Mamakku hebat!



Only about you, Mamak..

Baru satu hari yang lalu, aku mengetahui bahwa kosa kata yang paling indah dalam bahasa Inggris adalah mother. Pengetahuan ini aku dapat dari film Korea yang tidak sengaja aku tonton. Benar, Mamak bagiku adalah sosok yang takkkan pernah bisa ku gambarkan bagaimana kasih sayangnya kepadaku. Aku yakin, jika aku harus mengucapkan kata ‘terima kasih’ sepanjang hidupku, pasti belum cukup juga untuk menghitung betapa besar dan tulus cintanya untukku. 

Aku adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Masa kecilku dihabiskan di tengah pemukiman padat penduduk di bagian barat Kota Medan. Kehidupan keluarga terbilang sulit. Satu hal yang mengembirakan, masa itu tontonan di televisi adalah kisah Keluarga Cemara. Setidaknya jika ku tarik di kehidupan nyata, aku masih sedikit lebih beruntung dari mereka. 

Cukup jelas di memoriku pada saat aku kelas 4 SD, bapak merantau ke Aceh. Aku tak tahu bahwa Aceh adalah daerah konflik. Nyaris tak ada kesedihan di antara aku dan dua orang adikku. Semua tanggung jawab keluarga dijalankan mamak dengan sempurna. Dari mulai mencari nafkah hingga mengurus rumah tangga. Mamak adalah seorang sarjana pendidikan yang rela berhenti mengajar di sekolah sejak kelahiranku. Sejak bapak merantau, dan kami tak tahu kapan pulangnya mamak mulai mengajar lagi di salah satu TPA. Selama di perantauan, bapak tak pernah mengirimi mamak uang. 

Setiap pagi mamak pergi mengajar ke TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) dengan membawa dua orang adikku yang masih berumur 5 dan 4 tahun. Siang harinya, lanjut mengajar di MDA (Madrasah Diniyah Awaliyah) di tempat yang sama. Dia tak pernah pulang ke rumah, meskipun ada jeda waktu antara kelas TPA dengan MDA. Aku paham alasannya, jika mamak harus pulang maka dia harus mengeluarkan ongkos dua kali lipat. Lokasi tempat mamak mengajar akan terasa sangat jauh jika ditempuh dengan bejalan kaki. Mamak akan tiba di rumah sekitar pukul 3 siang. Dari waktu Ashar hingga pukul 5 sore, mamak mengajar ngaji di rumah. Mamak memiliki banyak murid mengaji Iqra.  Pukul 5 sore sampai menjelang Magrib, mamak mengajar Iqra privat di salah satu rumah tetangga yang memiliki usaha membungakan uang. Dulu aku tak paham, membungakan uang itu haram, yang aku tahu tetanggaku itu adalah malaikat penolong bagiku dan tetangga yang lain. Malam harinya mamak mengajar Iqra di rumah tetangga yang memiliki rumah makan. Gaji mamak itulah yang kami pakai untuk kehidupan sehari-hari. 

Mamak tak pernah menunjukan rasa lelah. Aku juga tak pernah melihatnya menangis. Mamak selalu khusyuk dalam ibadah sholat. Pikirku, keadaan ini bukan masalah baginya. Mungkin karena aku belum cukup umur untuk memahami keadaan ini. Jika mamak pulang mengajar di malam hari, itu adalah waktu yang paling kami tunggu. Mamak selalu membawa sedikit lauk yang tidak habis dari warung nasi tetanggaku. Hampir setiap malam, kami makan tahu gulai. Dua potong tahu gulai kami santap dengan lahap secara bersama-sama. Aku juga ingat, sangat sering aku menyantap  kecap dan kerupuk putih yang dulu harganya Rp. 25,00 Per buah sebagai lauk yang menemani nasi putih untuk makan siangku. Kala itu, aku belum paham takaran gizi dan nutrisi untuk perkembangan fisik.Sekali lagi, yang ku ingat aku bisa makan dengan lahap.

Waktu lain yang sangat membahagiakan adalah hari kamis. Setiap hari kamis siang, mamak selalu menghadiri wirid yasin. Mamak selalu menjadi menjadi pembawa acara atau yang memimpin doa/Yasin. Tuan rumah selalu memberikan bungkusan nasi lebih untuk orang yang membantu acaranya. Bekal itu akan kami jadikan makanan untuk di malam hari. Hari Jumat juga hari yang sangat kami senangi, karena mamak juga wirid yasin di malam hari. Biasanya bekal lebih yang dibawa mamak akan disimpan untuk sarapan besok pagi. Dulu, waktu kecil aku tak pernah bertanya kenapa mamak begitu rajin ikut kegiatan wirid, namun saat ini aku sudah tahu jawabannya. 

Aku juga masih ingat bagaimana mamak mempersiapkan baju lebaran untukku dan kedua adikku. Bapakku merantau hampir dua tahun dan tidak pernah memberi kabar. Aku ingat, ketika akan memasuki bulan puasa mamak akan pergi ke pajak untuk melihat baju model apa yang tengah ‘in’. Begitu mamak mengetahui modelnya, mamak akan mengajakku pergi ke monja (pasar baju bekas impor). Masa itu, baju yang tengah ngetren adalah baju kodok dari bahan jeans. Kami menyusuri lorong-lorong pajak monja untuk mendapatkan baju itu. Jika lebaran tiba, aku bisa memakai baju baru yang tak baru. mamak berpesan, tak perlu menjelaskan ke orang-orang dimana membeli baju ini jika mereka tidak bertanya. 

Semua hal yang dilakukan mamak untukku adalah hadiah dari Tuhan. Meskipun keadaan kami susah, mamak selalu mengusahakan keperluanku yang berkaitan dengan ilmu pengetahuanku. Waktu itu, guru mewajibkan untuk memiliki buku IPA kelas 4. Mamak sudah berkeliling ke rumah tetangga untuk meminjam buku, ternyata tak satupun anak tetangga yang memiliki buku itu. Akhirnya, mamak mengajakku menyusuri kawasan Titi Gantung Medan untuk mencari buku bekas. Kami memilih kios-kios di bagian paling belakang, karena harga buku bekas di kios belakang jauh lebih murah dibanding kios di bagian depan. 

Mamak juga selalu memperhatikan ilmu agamaku, di gang tempat tinggalku hanya aku saja yang menjadi murid MDA di kampung lain. Sehabis pulang sekolah, aku pergi mengaji. Jarak MDA ini tidak sejauh MDA tempat mamak mengajar. Sehingga, aku tak memerlukan ongkos. Selain itu, mamak memanggil guru ngaji ke rumah untuk melatihku mengaji menggunakan irama. Ustazahku waktu itu adalah Qori’ah tingkat kecamatan. Aku ingat, ketika aku sudah lancar membaca Al-Qur’an teman sebayaku baru bisa membaca Iqra saja. Saat ini, aku baru bisa menghitung, betapa beratnya perjuangan mamak untuk memberikan pendidikan terbaik untukku. 
  
Kehidupan terus berjalan, kami mencoba berpindah kehidupan baru ke Kota Pekanbaru. Kota ini adalah kota yang mengubah kehidupan kami menjadi seratus delapan puluh derajat. Dengan keterampilan bertukang, bapak berhasil membangun usaha furniturenya. Berkat doa dan usaha kehidupan mamak kini semakin membaik. Semoga, tak ada lagi waktu dimana mamak harus menghadiri wirid dengan niat selain ibadah. Tentu saja di setiap hembusan doa yang kuucapkan, aku selalu meminta kepada Allah agar orang tuaku diberi umur panjang sehingga aku bisa membahagiakan mereka. 

Saat ini, aku telah menjadi Magister Pendidikan. Pernah suatu ketika, aku berbelanja ke pasar dan kebetulan pedagang di salah satu kios tempat aku membeli ember adalah mahasiswaku. Dia menyambutku dengan baik dan mencium tanganku dan tangan mamak. Kata mahasiswaku, ini dosen kami. Ku lihat bibir mamak tersenyum lebar menandakan betapa bangganya dia putrinya kini sudah bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Pesan yang selalu kuingat dari mamak adalah jika hendak menuntut ilmu niatkan untuk memberi manfaat ke orang lain, jangan untuk mencari uang.  Jerih payah yang telah diberikan orang tua demi kehidupanku tak akan mungkin bisa dibalas dengan materi. Ya Allah, Ampuni dosa kedua orang tuaku dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi aku sejak kecil. 

Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan: Hati Ibu Seluas Samudera.

Hati Ibu Seluas Samudera

Komentar

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
    Segera didaftar
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  2. Sahabat tercinta,
    Saya mengucapkan terima kasih kepada para sahabat yang telah mengikuti Kontes Unggulan Hati Ibu Seluas Samudera di BlogCamp. Setelah membaca artikel peserta saya bermaksud menerbitkan seluruh artikel peserta menjadi buku.

    Untuk melengkapi naskah buku tersebut saya mohon bantuan sahabat untuk mengirimkan profil Anda dalam bentuk narasi satu paragraf saja. Profil dapat dikirim melalui inbox di Facebook saya atau via email.

    Jangan lupa cek email ya, ada berita penting
    Terima kasih.

    BalasHapus
  3. Mamaknya Hebat,
    semoga sukses kontesnya ya mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. malu aku malu mba..
      baru bisa balas, maaf.. akunya guapteks.. hihi
      makasih mba.. salam kenal ya..

      Hapus

Posting Komentar