Only about you, Mamak..
Baru satu hari yang
lalu, aku mengetahui bahwa kosa kata yang paling indah dalam bahasa Inggris
adalah mother. Pengetahuan ini aku
dapat dari film Korea yang tidak sengaja aku tonton. Benar, Mamak bagiku adalah
sosok yang takkkan pernah bisa ku gambarkan bagaimana kasih sayangnya kepadaku.
Aku yakin, jika aku harus mengucapkan kata ‘terima kasih’ sepanjang hidupku,
pasti belum cukup juga untuk menghitung betapa besar dan tulus cintanya
untukku.
Aku adalah anak sulung
dari tiga bersaudara. Masa kecilku dihabiskan di tengah pemukiman padat penduduk
di bagian barat Kota Medan. Kehidupan keluarga terbilang sulit. Satu
hal yang mengembirakan, masa itu tontonan di televisi adalah kisah Keluarga
Cemara. Setidaknya jika ku tarik di kehidupan nyata, aku masih sedikit lebih
beruntung dari mereka.
Cukup jelas di memoriku
pada saat aku kelas 4 SD, bapak merantau ke Aceh. Aku tak tahu bahwa
Aceh adalah daerah konflik. Nyaris tak ada kesedihan di antara aku dan dua
orang adikku. Semua tanggung jawab keluarga dijalankan mamak dengan sempurna. Dari
mulai mencari nafkah hingga mengurus rumah tangga. Mamak adalah seorang sarjana
pendidikan yang rela berhenti mengajar di sekolah sejak kelahiranku. Sejak
bapak merantau, dan kami tak tahu kapan pulangnya mamak mulai mengajar lagi di
salah satu TPA. Selama di perantauan, bapak tak pernah mengirimi mamak uang.
Setiap pagi mamak pergi
mengajar ke TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) dengan membawa dua orang adikku yang masih berumur 5 dan 4 tahun. Siang harinya, lanjut mengajar di MDA
(Madrasah Diniyah Awaliyah) di tempat yang sama. Dia tak pernah pulang ke
rumah, meskipun ada jeda waktu antara kelas TPA dengan MDA. Aku paham
alasannya, jika mamak harus pulang maka dia harus mengeluarkan ongkos dua kali
lipat. Lokasi tempat mamak mengajar akan terasa sangat jauh jika ditempuh dengan
bejalan kaki. Mamak akan tiba di rumah sekitar pukul 3 siang. Dari waktu Ashar
hingga pukul 5 sore, mamak mengajar ngaji di rumah. Mamak memiliki banyak murid
mengaji Iqra. Pukul 5 sore sampai
menjelang Magrib, mamak mengajar Iqra privat di salah satu rumah tetangga yang
memiliki usaha membungakan uang. Dulu aku tak paham, membungakan uang itu
haram, yang aku tahu tetanggaku itu adalah malaikat penolong bagiku dan tetangga
yang lain. Malam harinya mamak mengajar Iqra di rumah tetangga yang memiliki
rumah makan. Gaji mamak itulah yang kami pakai untuk kehidupan sehari-hari.
Mamak tak pernah
menunjukan rasa lelah. Aku juga tak pernah melihatnya menangis. Mamak selalu
khusyuk dalam ibadah sholat. Pikirku, keadaan ini bukan masalah baginya. Mungkin
karena aku belum cukup umur untuk memahami keadaan ini. Jika mamak pulang
mengajar di malam hari, itu adalah waktu yang paling kami tunggu. Mamak
selalu membawa sedikit lauk yang tidak habis dari warung nasi tetanggaku. Hampir
setiap malam, kami makan tahu gulai. Dua potong tahu gulai kami santap dengan
lahap secara bersama-sama. Aku juga ingat, sangat sering aku menyantap kecap dan kerupuk putih yang dulu harganya Rp.
25,00 Per buah sebagai lauk yang menemani nasi putih untuk makan siangku. Kala itu, aku belum paham takaran gizi dan nutrisi untuk perkembangan fisik.Sekali lagi, yang ku ingat aku bisa makan dengan lahap.
Waktu lain yang sangat membahagiakan adalah hari kamis. Setiap hari kamis siang, mamak selalu menghadiri wirid yasin. Mamak selalu menjadi menjadi pembawa acara atau yang memimpin doa/Yasin. Tuan rumah selalu memberikan bungkusan nasi lebih untuk orang yang membantu acaranya. Bekal itu akan kami jadikan makanan untuk di malam hari. Hari Jumat juga hari yang sangat kami senangi, karena mamak juga wirid yasin di malam hari. Biasanya bekal lebih yang dibawa mamak akan disimpan untuk sarapan besok pagi. Dulu, waktu kecil aku tak pernah bertanya kenapa mamak begitu rajin ikut kegiatan wirid, namun saat ini aku sudah tahu jawabannya.
Waktu lain yang sangat membahagiakan adalah hari kamis. Setiap hari kamis siang, mamak selalu menghadiri wirid yasin. Mamak selalu menjadi menjadi pembawa acara atau yang memimpin doa/Yasin. Tuan rumah selalu memberikan bungkusan nasi lebih untuk orang yang membantu acaranya. Bekal itu akan kami jadikan makanan untuk di malam hari. Hari Jumat juga hari yang sangat kami senangi, karena mamak juga wirid yasin di malam hari. Biasanya bekal lebih yang dibawa mamak akan disimpan untuk sarapan besok pagi. Dulu, waktu kecil aku tak pernah bertanya kenapa mamak begitu rajin ikut kegiatan wirid, namun saat ini aku sudah tahu jawabannya.
Aku juga masih ingat bagaimana
mamak mempersiapkan baju lebaran untukku dan kedua adikku. Bapakku merantau
hampir dua tahun dan tidak pernah memberi kabar. Aku ingat, ketika akan
memasuki bulan puasa mamak akan pergi ke pajak untuk melihat baju model apa
yang tengah ‘in’. Begitu mamak mengetahui modelnya, mamak akan mengajakku pergi
ke monja (pasar baju bekas impor). Masa itu, baju yang tengah ngetren adalah
baju kodok dari bahan jeans. Kami menyusuri lorong-lorong pajak monja untuk
mendapatkan baju itu. Jika lebaran tiba, aku bisa memakai baju baru yang tak
baru. mamak berpesan, tak perlu menjelaskan ke orang-orang dimana membeli baju
ini jika mereka tidak bertanya.
Semua hal yang
dilakukan mamak untukku adalah hadiah dari Tuhan. Meskipun keadaan kami susah,
mamak selalu mengusahakan keperluanku yang berkaitan dengan ilmu pengetahuanku.
Waktu itu, guru mewajibkan untuk memiliki buku IPA kelas 4. Mamak sudah
berkeliling ke rumah tetangga untuk meminjam buku, ternyata tak satupun anak
tetangga yang memiliki buku itu. Akhirnya, mamak mengajakku menyusuri kawasan
Titi Gantung Medan untuk mencari buku bekas. Kami memilih kios-kios di bagian
paling belakang, karena harga buku bekas di kios belakang jauh lebih murah dibanding
kios di bagian depan.
Mamak juga selalu
memperhatikan ilmu agamaku, di gang tempat tinggalku hanya aku saja yang
menjadi murid MDA di kampung lain. Sehabis pulang sekolah, aku pergi mengaji. Jarak
MDA ini tidak sejauh MDA tempat mamak mengajar. Sehingga, aku tak memerlukan
ongkos. Selain itu, mamak memanggil guru ngaji ke rumah untuk melatihku mengaji
menggunakan irama. Ustazahku waktu itu adalah Qori’ah tingkat kecamatan. Aku ingat,
ketika aku sudah lancar membaca Al-Qur’an teman sebayaku baru bisa membaca Iqra
saja. Saat ini, aku baru bisa menghitung, betapa beratnya perjuangan mamak
untuk memberikan pendidikan terbaik untukku.
Kehidupan terus
berjalan, kami mencoba berpindah kehidupan baru ke Kota Pekanbaru. Kota ini
adalah kota yang mengubah kehidupan kami menjadi seratus delapan puluh derajat.
Dengan keterampilan bertukang, bapak berhasil membangun usaha furniturenya. Berkat
doa dan usaha kehidupan mamak kini semakin membaik. Semoga, tak ada lagi waktu
dimana mamak harus menghadiri wirid dengan niat selain ibadah. Tentu saja di
setiap hembusan doa yang kuucapkan, aku selalu meminta kepada Allah agar orang
tuaku diberi umur panjang sehingga aku bisa membahagiakan mereka.
Saat ini, aku telah menjadi Magister Pendidikan. Pernah suatu ketika, aku berbelanja ke pasar dan kebetulan pedagang di salah satu kios tempat aku membeli ember adalah mahasiswaku. Dia menyambutku dengan baik dan mencium tanganku dan tangan mamak. Kata mahasiswaku, ini dosen kami. Ku lihat bibir mamak tersenyum lebar menandakan betapa bangganya dia putrinya kini sudah bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Pesan yang selalu kuingat dari mamak adalah jika hendak menuntut ilmu niatkan untuk memberi manfaat ke orang lain, jangan untuk mencari uang. Jerih payah yang telah diberikan orang tua demi kehidupanku tak akan mungkin bisa dibalas dengan materi. Ya Allah, Ampuni dosa kedua orang tuaku dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi aku sejak kecil.
Saat ini, aku telah menjadi Magister Pendidikan. Pernah suatu ketika, aku berbelanja ke pasar dan kebetulan pedagang di salah satu kios tempat aku membeli ember adalah mahasiswaku. Dia menyambutku dengan baik dan mencium tanganku dan tangan mamak. Kata mahasiswaku, ini dosen kami. Ku lihat bibir mamak tersenyum lebar menandakan betapa bangganya dia putrinya kini sudah bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Pesan yang selalu kuingat dari mamak adalah jika hendak menuntut ilmu niatkan untuk memberi manfaat ke orang lain, jangan untuk mencari uang. Jerih payah yang telah diberikan orang tua demi kehidupanku tak akan mungkin bisa dibalas dengan materi. Ya Allah, Ampuni dosa kedua orang tuaku dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi aku sejak kecil.
Artikel ini
diikutsertakan pada Kontes Unggulan: Hati Ibu Seluas Samudera.
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
BalasHapusSegera didaftar
Salam hangat dari Surabaya
Sahabat tercinta,
BalasHapusSaya mengucapkan terima kasih kepada para sahabat yang telah mengikuti Kontes Unggulan Hati Ibu Seluas Samudera di BlogCamp. Setelah membaca artikel peserta saya bermaksud menerbitkan seluruh artikel peserta menjadi buku.
Untuk melengkapi naskah buku tersebut saya mohon bantuan sahabat untuk mengirimkan profil Anda dalam bentuk narasi satu paragraf saja. Profil dapat dikirim melalui inbox di Facebook saya atau via email.
Jangan lupa cek email ya, ada berita penting
Terima kasih.
Mamaknya Hebat,
BalasHapussemoga sukses kontesnya ya mbak :)
malu aku malu mba..
Hapusbaru bisa balas, maaf.. akunya guapteks.. hihi
makasih mba.. salam kenal ya..