26 Juli 2018

#bukananakku 1

Hari itu langit mendung. Rinai gerimis mengiringi perjalanan keluarga kami menuju lokasi family gathering di bukit kubu, Brastagi.
Sesampainya di depan Pasar Pancur Batu, Mas Ramadhan merayuku dengan kalimat yang berhasil membuat mata ini terus berbinar.
"Mak, tau gak apa beda bunga sama cinta Ayah ke mamak?"
Dengan polos aku menjawab,
"Gak tau Mas. Apa rupanya bedanya?"
Sambil tertawa Mas Ramadhan menjawab,
"Bunga siap mekar pasti layu, kalau cinta Ayah ke mamak takkan pernah layu dan akan terus bermekaran."
Mendengar jawaban suamiku, kedua putriku Alona 13 tahun dan Sabrina 11 tahun ikut tertawa sambil berkata
"Ciee ciee.. Mamak kita malu dia..."
Tak terasa perjalanan 1,5 jam sudah kami lalui. Kami pun tiba di lokasi ini. Dari areal parkir terlihat karyawan perusahaan suamiku dengan baju seragam toska wara wiri di sekitar bukit kubu. Setelah memarkirkan kendaraan, juru parkir mengatakan bahwa lokasi registrasi utama berada di sebelah kiri.
Gerimis ringan masih menari nari di kawasan Brastagi. Tapi tak menyurutkan semangat para pengunjung. Ada yang bermain bola, bubble, dan ada juga yang kejar kejaran.
Kami berempat pun turun, hanya membawa tas kecil saja. Kedua putri kami langsung berlari ke arah pinggir bukit.
Tak lama kemudian, Alona berbalik arah.
"Kenapa Nak? Apa kamu sakit?"
Tak menjawab pertanyaanku, Alona memeluk erat Ayahnya.
Suamiku terlihat panik. Mendengar tangisan putrinya.
"Kenapa, Nak?"
Perlahan Alona melepaskan tangannya dari bahu ayahnya.
"Ada Ibu yah. Baru saja turun dari mobil Fortuner Hitam yang antre di belakang kita tadi. Sepertinya dengan yang baru lagi." jawabnya sambil terisak.
Suamiku memeluk erat kembali Alona.
Aku mencoba mengumpulkan kekuatan, tapi tetap saja suaraku terdengar parau.
"Sabrina mana kak? Kenapa adiknya ditinggal sendiri?" tanyaku terbata.
"Mak, tolong cari Sabrina! Ayah bawa kakak ke toilet di bawah kantin itu. Mamak kami tunggu disitu ya? Mak, bantu kami ya?"
Lagi lagi, aku harus berlakon seperti Ashanty. Ibu tiri ideal yang mendapat penghargaan dari Kak Seto. Ini bukan pertama kalinya aku harus berbasa basi dengan satu satunya wanita yang berhasil membuat suamiku bertekuk lutut. Satu lagi, wanita yang tetap mendapat tempat paling spesial di hatinya, meskipun mereka sudah bercerai 6 tahun yang lalu.
Andai saja aku tak memakai jilbab, sudah kupastikan wanita itu akan kumaki. Pesan Ummi terus kuingat, jilbab itu bisa menjadi alat pengontrol diri. Jilbab yang membedakan wanita muslimah dengan yang lainnya.
Sambil mencari cari Sabrina, hati kecilku terus berbisik,
"Kau lagi, kau lagi. Sudah lelah jiwa raga aku berurusan denganmu. Kapan ini akan berakhir?".
Dari depan resepsionis restoran, kulihat Putri mengenakan kemeja putih transparan. Bra hitamnya terlihat jelas. Rok jeans di atas lutut membuat betis putihnya semakin indah. Tas pinggang Chanel dan sneaker Nike membuat penampilannya benar benar modis.
Ya, takkan ada yang percaya wanita berambut coklat itu pernah melahirkan dua orang anak. Kaca mata rayben yang dipakainya semakin membuat dirinya benar benar cantik. Usianya sudah 34 tahun, tapi Tuhan memberikan berkat kesempurnaan jasmani untuknya. Walau secara akademik menurut pengakuan suamiku dia kurang, tapi siapa peduli? Buktinya dia saja bertekuk lutut.
Bukankah dunia ini sangat ramah dengan wanita cantik?
Sebelum mendekat ke arah meja mereka, aku terus mengatur nafas.
Ah, akhirnya langkahku sampai juga.
" Assalamu'alaikum, Mba". Ucapku.
"Eh Nur. Apa kabar? Dia memelukku. Sudah lama yaa kita gak ketemu? Kamu masih seperti yang dulu aja. Gak berubah?" dia berujar sambil tertawa kecil.
Dalam hati aku menjawab. Ya, aku masih seperti dulu. Wanita sederhana yang harus mengurusi anak anakmu. Ya aku Nurlaila.
Putri memang semakin cantik. Terakhir kali kami bertemu di Bali. Ketika dinner di sekitar wilayah Jimbaran, terlihat Putri sedang berjalan sambil berpelukan dengan teman lelakinya.
"Oya, tadi pas turun dari mobil aku lihat Sabrina dan Alona sedang selfie. Aku panggil. Tapi Alona lari. Sabrina juga hanya diam saja. Malah aku yang nyamperin Sabrina. Hebat lo kamu Nur, sampai sampai anakku gak rindu sama ibunya. Padahal setahun lebih gak ketemu." dia tertawa geli.
"Sabrina, kita jumpa Ayah dulu ya! Nanti setelah jumpa ayah, baru izin lagi untuk ngobrol sama ibu. Kak Alona juga nyariin kamu."
"Iya, Mak. Tadi Sabrina juga mau nyusulin kakak, tapi kata ibu disuruh ikut kesini." sabrina bersiap dari bangkunya.
"Mbak, saya izin dulu. Mas Ramadhan sudah nungguin."
Sebelum berbalik badan, aku tak lupa berpamitan dengan teman lelakinya.
"Izin, Mas."
Aku pun merangkul Sabrina. Tak kusangka, Sabrina mengatakan hal ini kepadaku.
"Mak, kok bisa yaa Ibu punya banyak suami? Seingat Adek, ini yang ketiga. Adek kalau uda besar gak mau gitu lah Mak. Suami Adek nanti satu aja. Kayak Mamak."
Darahku seperti berhenti mengalir. Spontan kupeluk erat anak tiriku. Sambil terbata kubisikkan di telinganya,
"InsyaAllah, Mamak doakan Adek jadi wanita soleha ya Nak!"

Komentar